Nobody says it was easy to live under pressure. Tapi, manusia tidak selamanya hidup enak dan berada di atas awan ya ga?
Jadi, sebenarnya gue menulis ini karena ada api yang memicu (tidak, api ini tidak ada hubungannya dengan main hati wehehe). Gue adalah murid les mengemudi untuk sebulan ini dan beneran ya ternyata nyetir itu ga gampaaaang. Dua belas jam belajar nyetir adalah dua belas jam termelelahkan sepanjang tahun ini. Apalagi dua jam terakhir yang digunakan untuk belajar mundur dan parkir bersama guru yang (agak) galak.
Oke, gue tidak mau bercerita tentang les nyetirnya, kawan. Gue ingin share tentang sinkronisasi otak, hati, dan tubuh pada masa-masa suram, maksudnya saat under pressure gitu. Sudah lama tidak melatih kemampuan ini sejak masa-masa kaderisasi SMA dan les mengemudi benar-benar mengingatkan gue betapa pentingnya life skill ini.
Now I praise "kader". Masa-masa ini aah tak mungkin dilupakan hahha. Di sinilah pertama kali gue belajar menyeimbangkan otak, hati, dan tindakan saat terpojok dan "gelap". Kadang-kadang tindakan yang terjadi saat-saat "gelap" kayak gitu keluar spontan dari anggota tubuh sebelum sempat disaring sama otak dan/atau hati.
Gue coba ilustrasikan :
Guru (bayangkan guru terkiller dengan intonasi tinggi dan mata hendak membunuh) : Jadi ya kamu sering bgt telat. Rumah di depan gerbang belakang sekolah. Apa susahnya sih bangun 5 menit lebih pagi aja pasti kamu ga terlambat lagi. Saya aja rumahnya jauh ga pernah terlambat kayak kamu.
Murid (otak blank, semua terasa suram, shout unconsciously) : Aduh, Pak(atau Ibu tergantung imajinasi lo tadi), ini saya sampe bela-belain ga pake deodoran dan belom sikat gigi. Untung aja masih sempet pake underware warna biru kesayangan saya yang matching sama tas yang saya pake. Ini demi saya ngejar pelajaran Bapak (atau Ibu), loch. Lagian saya cuma terlambat 7 menit, biasanya 15 meniiiit tauk.
Then you can imagine an awkward moment and what happens afterwards.
Ketika lo mampu berpikir jernih, proses tindakan lo adalah otak atau hati dulu, tanya hati bentar atau mikir logisnya dulu, baru bertindak kan? Saat suram biasanya jalur ini digunting seenaknya atau malah ya ga melalui proses itu karena lo membiarkan anggota tubuh lo bertidak seenak jidat. See? Okay, mungkin tidak seekstrim itu dengan jadi membuka rahasia lo untuk jadi konsumsi publik dan bahan ketawaan sampe setahun ke depan, kemungkinan besar malah si murid itu bakal diem aja. Tapi diam tidak selamanya emas kan. The solution might be as simple as apologizing.
Gue punya banyaaaaaak sekali pengalaman dan tau banyak kisah tentang hal ini. Kebanyakan berefek negatif pada akhirnya. Pernah denger orang kalap dan langsung mendorong pisau ke dada orang yang menghina dia kan? Nah, segitu efeknya ketika orang tidak mampu mengontrol diri berada di bawah tekanan.
Thus, I consider this as an essential life skill. To think and act rationally in such irrational or difficult situation is a serious business and worth to be learned, huh?