Semua bermula dari obrolan ringan lebih dari setengah tahun lalu. Tak ada yang terlalu istimewa kecuali berkenalan dengan beberapa orang baru. Perbincangan kami tak berbobot. Tipikal omongan kosong, basa basi, sekedar usaha mengenal lebih dekat. Dan itu semua berujung, di suatu ide menerima satu tantangan baru. Sore itu berakhir, kami pun sepakat akan suatu hal sederhana. Yang tak pernah aku tahu, itu awal dari sesuatu.
Tantangan itu harus terwujud. Harus itu menuntut usaha. Kami tak segan. Kami berusaha keras.
Tapi, gagal. Langkah kami terhenti.
Menerima kenyataan pahit tidak pernah menjadi suatu perkara sepele, Kawan. Kau pertaruhkan hati dan seluruh harga dirimu saat realita merasuki otakmu untuk mengakui segala hal nyata adanya. Di situlah kau mulai kehilangan kontrol atas dirimu sendiri. Hingga egomu berontak dan menolak. Sungguh sekarang akan kuberitahu. Itu semua sia-sia.
Waktu seakan menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk mengeluarkan manusia keluar dari rangkap kebodohan yang dia ciptakan sendiri. Terkadang itu tidak berarti kau lupa. Itu berarti kau mendapat jawaban atas setiap kekecewaanmu.
Aku pun demikiann. Satu per satu tanyaku usai terjawab. Setiap kejadian bak potongan cerita yang perlahan selesai dirangkai oleh Sang Esa. Hingga kini tak ada kemunafikan bersembunyi di balik tatapan mata. Tak ada lagi kecerian palsu. Usai. Ya, usai sudah.
Lalu aku tergelitik. Terkadang, manusia terlalu dangkal menyelami setiap makna yang tersirat dalam. Sering sekali manusia menjadi terlalu bodoh untuk memahami skenario cerdik. Lucunya, selalu kita lupa bahwa Tuhan itu... Penulis Agung.
Sekarang kau tanya kabarku? Kuberi tahu, aku bersyukur, luar biasa.